Menjadi Muslim Produktif di Era Disruptif
Perampas prioritas
Sungguh, media modern telah banyak merampas fokus dan perhatian kita dari hal-hal prioritas yang semestinya kita kerjakan. Gadget dengan segala apps-nya yang memiliki manfaat dan mudarat, pada kenyataannya justru banyak melalaikan manusia dari menyembah Rabb-Nya.
Adalah fenomena yang lumrah saat ini, ketika kita melihat seorang anak muda dengan waktu luangnya karena liburan sekolah atau kuliah, atau seorang tua dengan waktu libur weekend-nya, kemudian mengisi waktu dengan berbaring santai sambil melihat screen gadget, mengusap-usap (scrolling) layar gadget dengan berbagai konten. Satu, dua, tiga, bahkan hingga beberapa jam terlewatkan hanya fokus pada tontonan yang ada.
Kadangkala, tidak peduli dengan halal-haram konten yang ditonton. Semua tontonan itu telah membawanya lalai dari segala hal-hal yang bermanfaat yang bisa dikerjakan saat itu. Bahkan, tidak jarang pula, kewajiban ibadah seperti salat 5 waktu pun terlewatkan saking asyiknya dengan gadget di tangan. Wal’iyadzu billah.
Padahal, jelas banyak hal yang lebih utama untuk dilakukan daripada menghabiskan waktu di depan layar gadget. Dan jelas pula bahwa kegiatan melalaikan diri itu merupakan perbuatan yang tidak bermanfaat. Melakukan hal yang tidak bermanfaat merupakan pertanda keislaman seseorang perlu diperbaiki. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih)
Misi Kehidupan
Fenomena perampasan fokus dan perhatian oleh teknologi modern ini patut kita sadari dengan mata terbuka. Sebab, sedikit saja kita lalai, maka bisa saja kita terlupakan oleh apa yang menjadi tujuan hidup yang sebenarnya. Kita lupa bahwasanya kita memiliki misi yang harus diselesaikan dengan baik selama diberikan kesempatan hidup di dunia ini. Misi itu tidak lain adalah menyembah Allah Ta’ala.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-dzariyat: 56)
Saudaraku, tidakkah kita sadar bahwasanya setiap waktu minimal 17 kali dalam sehari, kita mengikrarkan penghambaan kita kepada Allah Ta’ala dalam setiap bacaan Al-Fatihah pada salat-salat kita?
Ya, adalah kalimat اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan) merupakan pengakuan kita sebagai seorang hamba Allah Ta’ala.
Ketahuilah bahwa kalimat نَعْبُدُ merupakan fi’il mudhari’ yang memiliki sifat dan makna ‘terus menerus’. Artinya, penghambaan kita kepada Allah Ta’ala adalah nonstop setiap waktu. Tidak sedetik pun kita pernah berubah daripada status sebagai seorang hamba Allah Ta’ala. Inilah misi kita. Inilah job desk kita, full-time 24 jam.
Oleh karenanya, sadarilah bahwa tujuan kita hidup di dunia ini adalah semata-mata untuk menyembah Allah Ta’ala. Maka, tidak berlebihan kiranya apabila kami mengistilahkan hal ini dengan sebuah kalimat,
“Kehidupan ini hanyalah menunggu waktu salat ke waktu salat berikutnya.”
Maksudnya, tujuan kita hidup di dunia hanyalah beribadah kepada Allah Ta’ala semata. Sementara, seluruh aktivitas yang kita lakukan baik itu bekerja, belajar, mengasuh, mendidik, dan segala pekerjaan yang dilakoni adalah faktor pendukung agar kita dapat beribadah kepada Allah Ta’ala dengan semaksimal mungkin.
Baca juga: Pengaruh Tertinggal Salat Jamaah dalam Produktifitas Hidup Kita
Pertanggungjawaban di hadapan Allah
Sebab, selain karena pertanggungjawaban dan kewajiban kita sebagai hamba Allah Ta’ala, kelak di akhirat, kita pun akan ditanya tentang segala hal yang pernah kita jalani dalam kehidupan di dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya, di manakah ia habiskan, (2) ilmunya, di manakah ia amalkan, (3) hartanya, bagaimana ia peroleh dan di mana ia infakkan dan (4) mengenai tubuhnya, di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al-Aslami. Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih)
Oleh karenanya, sebagai seorang hamba Allah yang beriman dan sebagai bentuk syukur kita terhadap nikmat usia yang telah diberikan Allah. Hendaklah kita benar-benar menyadari segala potensi yang dapat menjerumuskan kita pada kelalaian dari mengingat dan beribadah kepada Allah Ta’ala. Mari kita mengatur waktu dan menjadi bos atas manajemen waktu diri kita sendiri. Hiasi semua waktu yang diberikan kepada kita setiap hari dengan tujuan ibadah dan bekerja untuk ibadah.
Aktivitas harian seorang muslim
Pada kesempatan yang baik melalui artikel ini, kami bermaksud ingin berbagi beberapa poin terkait dengan aktivitas harian seorang muslim ideal di zaman distrupsi teknologi digital ini. Mudah-mudahan, dengan memfokuskan diri pada hal-hal yang bermanfaat dan memang menjadi bagian dari kewajiban kita sebagai seorang muslim ini, dapat menjadikan kita lebih produktif dan lebih dapat bermanfaat bagi sesama, serta yang lebih penting mendapatkan rida Allah Ta’ala.
Pertama: Aktivitas pagi
Salat malam, salat Subuh plus qabliyah, zikir pagi, baca Qur’an, olah raga ringan, salat Duha, merencanakan aktivitas harian dan bekerja.
Kedua: Aktivitas siang
Salat Zuhur plus rawatib, istirahat sejenak (15 – 30 menit) untuk bekal tenaga melaksanakan salat malam, lanjut bekerja.
Ketiga: Aktivitas sore
Salat Asar, zikir petang, bercengkrama bersama keluarga, menambah ilmu agama (mengikuti kajian, membaca buku, dan belajar meningkatkan keterampilan untuk menambah pendapatan).
Keempat: Aktivitas malam
Salat Magrib plus ba’diyah, membaca Al-Qur’an, bercengkrama dengan keluarga, salat Isya plus ba’diyah, dan istirahat.
Menggapai rida dan kasih sayang Allah
Saudaraku, ingat! Jangan pernah berhenti untuk memohon karunia Allah Ta’ala agar dimudahkan dalam beribadah kepada-Nya. Keistikamahan dan ketekunan dalam melakukan ibadah-ibadah bukanlah semata-mata perkara fisik yang prima. Namun juga, karena petunjuk dan pertolongan Allah Ta’ala. Tergeraknya hati kita untuk selalu berzikir mengingat Allah, melaksanakan kewajiban salat 5 waktu secara tepat waktu, gerakan hati dan fisik untuk segera berwudu dan melaksanakan salat tahajud, serta melaksanakan segala aktivitas yang bermanfaat, semuanya karena kasih sayang Allah Ta’ala.
Begitu pula sebaliknya, abainya kita terhadap prioritas yang semestinya kita lakukan, lalainya kita dalam kubangan teknologi digital dengan segala konten penyita waktu dan fokus, serta enggannya kita untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban kita kepada Allah Ta’ala, juga bisa saja karena kita jauh dari kasih sayang Allah Ta’ala.
Adakah hati yang tergerak untuk segera menggapai rida dan kasih sayang-Nya?
Wallahu a’lam.
Baca juga: Ke mana Arahmu, Wahai Pemuda?
***
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel asli: https://muslim.or.id/91100-menjadi-muslim-produktif-di-era-disruptif.html